Sisi Lain Operator Sekolah

Sekerumunan yang sebagian besar anak muda berpakaian hitam berpadu orange dan abu-abu Jumat, 20 April 2018 pagi memadati Alun-alun Kabupaten Gunungkidul. Sambil membawa banner situs web sekolah masing-masing, wajah mereka sumringah. Mereka adalah para pejuang data di sekolah: OPERATOR SEKOLAH.



Keberadaan operator sekolah menjadi sebuah keniscayaan semenjak Kementerian Pendidikan Nasional menerapkan sistem pengelolaan data pendidikan melalui pangkalan data berbasis cloud. Saat itu terdaat 2 plattforn yang dipakai, yaitu Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Padamu Negeri) dan Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Pada perkembangan selanjutnya Kemendiknas hanya memakai Dapodik sebagai satu-satu pengumpulan data pendidikan.



Sebagai akibat dari langkah ini maka semua data yang berkaitan dengan pendidikan dasar dan menengah datanya diambil dari Dapodik. Mulai dari 8 standar nasional pendidikan sampai dengan pencairan tunjangan sertifikasi.



Tugas yang terakhir inilah yang membuat operator sekolah menjadi sangat strategis karena menyangkut "hajat hidup orang banyak" dan hal yang sangat sensitif, karena berhubungan dengan keuangan. 



Tugas operator memang sangat berat dan kompleks namun tidak langsung terlihat hasilnya seketika. Sebagai penjaga gawang ketersediaan data satuan pendidikan, mereka harus bekerja 24 jam di depan laptop/PC. Ya, 24 jam penuh. Sering mereka bekerja sampai larut malam, atau terbangun di dini hari untuk sekedar menunggu sinyal internet. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat kecepatan internet di Indonesia bisa dibilang belum ideal, maka para operator sekolah harus merelakan waktu untuk keluarga, demi menunggu jaringan internat stabil dan kencang supaya sinkron datanya berhasil.



Itulah operator sekolah.



Baginya, jaringan internet merupakan kebahagiaan yang tiada tara.



Baginya, berhasil melakukan singkronisasi data lebih membahagiaan daripada bertemu dengan sang kekasih atau pasangannya.



Maka sudah sepantasnyalah kalau pemerintah pusat, pemerintah daerah atau paling tidak para kepala satuan pendidikan lebih memperhatikan keberadaannya. Tidak perlu muluk-muluk, para operator sekolah ini hanya ingin diakui keberadaannya sebagai salah satu pilar yang menopang jalannya sistem pendidikan di Indonesia. Dalam Bahasa Jawa mereka hanya ingin "diuwongke". Tidak lebih dari itu.



 



 


Kegiatan

Berita

Copyright © 2019 Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Gunungkidul